THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Minggu, 28 Maret 2010

FILOSOFI KEPELATIHAN BOLA BASKET

FILOSOFI KEPELATIHAN BOLA BASKET
“Keberhasilan Tim Ganesa/ Smp Negeri 1 Pamekasan”

“Tanpa Shoot, tidak akan ada point tercipta,, tanpa dribble Anda akan sulit mencetak poin…tanpa passing Anda seakan ‘Hidup sebatang kara’ di dalam lapangan.”


Sebuah filosofi kepelatihan terbentuk dengan berbagai cara dan berlangsung terus menerus selama bertahun-tahun, dimulai dengan pengalaman pribadi saat bermain bola basket, mengamati berbagai macam pertandingan dan akan berlanjut disaat anda mempelajari lebih dalam tentang sebuah permainan dan bagimana untuk menerapkannya kepada atlit.

Cara terbaik untuk mengembangkan filosofi kepelatihan anda dan membantu atlit serta tim anda untuk mengoptimalkan potensi mereka ialah diantaranya dengan cara berikut :

- Bola basket adalah bagian integral dari pendidikan, sehingga tugas pelatih tidak hanya sekedar melatih permainan bolabasket, akan tetapi juga mendidik mereka agar dapat menjadi seorang yang menjadi contoh dan tauladan serta bekerja keras untuk mencapai cita-citanya

- Jangan lupa untuk selalu ingin belajar dan bekerja keras untuk memperbaharui kepelatihan anda dengan membaca buku-buku yang berhubungan, mengikuti penataran dan bertanya kepada rekan-rekan pelatih yang lain

- Jadilah diri anda sendiri, dan berusaha untuk melakukan hal yang terbaik yang anda lakukan

- Jangan melupakan bahwa segala sesuatu yang berasal dari diri anda akan mempengaruhi “cara hidup” atlit yang anda latih

- Ajarkan pemain akan pentingnya menentukan prioritas yang tepat, guna memaksimalkan potensi dalam diri mereka dalam hal kepribadian, akademis dan prestasi olahraga

- Play hard ( pemain diharapkan mampu mengeluarkan kemampuan yang dimiliki, karena anda tidak akan mencapai potensi yang mereka miliki tanpa memberikan usaha semaksimal mungkin dalam setiap hal yang dilakukan )

- Play smart ( dengan bermain cerdik, berarti anda bermain dengan memperhitungkan keterbatasan-keterbatasan yang anda miliki dan yang di miliki oleh lawan, khususnya dalam hal fisik dan teknik

- Have fun ( bola basket pada dasarnya ialah sebuah permainan yang diciptakan untuk sebuan “kesenangan” dan para pemain diharapkan mendapat kesenangan tersebut disaat bermain tanpa ada rasa takut kalah, selalu menang. Cara pemain untuk mendapatkan kesenangan tersebut dengan cara Play Hard dan Play Smart

- Evaluasi kemenangan dan kekalahan dengan obyektif. Utamakan pada usaha pemain dan cara mereka membuat keputusan daripada hasil pertandingan apalagi mencari kambing hitam yang menjadi biang kekalahan atau superstar yang menjadi pahlawan atas kemenangan.

Kembangkan selalu pengetahuan anda tentang sistem defense dan offense, keterampilan
anda sebagai pemimpin atlit,bagaimana mengorganisasikannya dalam latihan, bagaimana
memotivasi atlit, bagaimana mendisiplinkan atlit dan anda adalah seorang yang baik dalam
melatih skill dan fundamental atlit


Pamekasan, 28 Maret 2010
Coach





D.F. Mirdianto, S.Pd

Undang Undang Keolahragan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2005

TENTANG
SISTEM KEOLAHRAGAAN NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;
b. bahwa dalam rangka mengisi kemerdekaan dan
memajukan kesejahteraan umum perlu mewujudkan
kehidupan bangsa yang bermanfaat bagi pembangunan
yang berkeadilan dan demokratis secara bertahap dan
berkesinambungan;
c. bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa melalui
instrumen pembangunan nasional di bidang keolahragaan
merupakan upaya meningkatkan kualitas hidup manusia
Indonesia secara jasmaniah, rohaniah, dan sosial dalam
mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur,
sejahtera, dan demokratis berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
d. bahwa pembinaan dan pengembangan keolahragaan
nasional yang dapat menjamin pemerataan akses
terhadap olahraga, peningkatan kesehatan dan
kebugaran, peningkatan prestasi, dan manajemen
keolahragaan yang mampu menghadapi tantangan serta
tuntutan perubahan kehidupan nasional dan global
memerlukan sistem keolahragaan nasional;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu dibentuk
Undang-Undang tentang Sistem Keolahragaan Nasional.
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 28 C ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM KEOLAHRAGAAN
NASIONAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Keolahragaan adalah segala aspek yang berkaitan dengan olahraga
yang memerlukan pengaturan, pendidikan, pelatihan, pembinaan,
pengembangan, dan pengawasan.
2. Keolahragaan nasional adalah keolahragaan yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai keolahragaan, kebudayaan
nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perkembangan
olahraga.
3. Sistem keolahragaan nasional adalah keseluruhan aspek
keolahragaan yang saling terkait secara terencana, sistimatis,
terpadu, dan berkelanjutan sebagai satu kesatuan yang meliputi
pengaturan, pendidikan, pelatihan, pengelolaan, pembinaan,
pengembangan, dan pengawasan untuk mencapai tujuan
keolahragaan nasional.
4. Olahraga adalah segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong,
membina, serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial.
5. Pelaku olahraga adalah setiap orang dan/atau kelompok orang yang
terlibat secara langsung dalam kegiatan olahraga yang meliputi
pengolahraga, pembina olahraga, dan tenaga keolahragaan.
6. Pengolahraga adalah orang yang berolahraga dalam usaha
mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial.
7. Olahragawan adalah pengolahraga yang mengikuti pelatihan secara
teratur dan kejuaraan dengan penuh dedikasi untuk mencapai
prestasi.
8. Pembina olahraga adalah orang yang memiliki minat dan
pengetahuan, kepemimpinan, kemampuan manajerial, dan/atau
pendanaan yang didedikasikan untuk kepentingan pembinaan dan
pengembangan olahraga.
9. Tenaga keolahragaan adalah setiap orang yang memiliki kualifikasi
dan sertifikat kompetensi dalam bidang olahraga.
10. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah
yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang keolahragaan.
11. Olahraga pendidikan adalah pendidikan jasmani dan olahraga yang
dilaksanakan sebagai bagian proses pendidikan yang teratur dan
berkelanjutan untuk memperoleh pengetahuan, kepribadian,
keterampilan, kesehatan, dan kebugaran jasmani.
12. Olahraga rekreasi adalah olahraga yang dilakukan oleh masyarakat
dengan kegemaran dan kemampuan yang tumbuh dan berkembang
sesuai dengan kondisi dan nilai budaya masyarakat setempat untuk
kesehatan, kebugaran, dan kegembiraan.
13. Olahraga prestasi adalah olahraga yang membina dan
mengembangkan olahragawan secara terencana, berjenjang, dan
berkelanjutan melalui kompetisi untuk mencapai prestasi dengan
dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan.
14. Olahraga amatir adalah olahraga yang dilakukan atas dasar kecintaan
atau kegemaran berolahraga.
15. Olahraga profesional adalah olahraga yang dilakukan untuk
memperoleh pendapatan dalam bentuk uang atau bentuk lain yang
didasarkan atas kemahiran berolahraga.
16. Olahraga penyandang cacat adalah olahraga yang khusus dilakukan
sesuai dengan kondisi kelainan fisik dan/atau mental seseorang.
17. Prestasi adalah hasil upaya maksimal yang dicapai olahragawan atau
kelompok olahragawan (tim) dalam kegiatan olahraga.
18. Industri olahraga adalah kegiatan bisnis bidang olahraga dalam
bentuk produk barang dan/atau jasa.
19. Penghargaan olahraga adalah pengakuan atas prestasi di bidang
olahraga yang diwujudkan dalam bentuk material dan/atau
nonmaterial.
20. Prasarana olahraga adalah tempat atau ruang termasuk lingkungan
yang digunakan untuk kegiatan olahraga dan/atau penyelenggaraan
keolahragaan.
21. Sarana olahraga adalah peralatan dan perlengkapan yang digunakan
untuk kegiatan olahraga.
22. Doping adalah penggunaan zat dan/atau metode terlarang untuk
meningkatkan prestasi olahraga.
23. Pembinaan dan pengembangan keolahragaan adalah usaha sadar
yang dilakukan secara sistematis untuk mencapai tujuan
keolahragaan.
24. Organisasi olahraga adalah sekumpulan orang yang menjalin kerja
sama dengan membentuk organisasi untuk penyelenggaraan
olahraga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
25. Induk organisasi cabang olahraga adalah organisasi olahraga yang
membina, mengembangkan, dan mengoordinasikan satu cabang/jenis
olahraga atau gabungan organisasi cabang olahraga dari satu jenis
olahraga yang merupakan anggota federasi cabang olahraga
internasional yang bersangkutan.
26. Setiap orang adalah seseorang, orang perseorangan, kelompok
orang, kelompok masyarakat, atau badan hukum.
27. Standar nasional keolahragaan adalah kriteria minimal tentang
berbagai aspek yang berhubungan dengan pembinaan dan
pengembangan keolahragaan.
28. Standar kompetensi adalah standar nasional yang berkaitan dengan
kemampuan minimal yang mencakup pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang harus dimiliki seseorang untuk dapat dinyatakan
lulus dalam uji kompetensi.
29. Akreditasi adalah pemberian peringkat terhadap pemenuhan standar
nasional keolahragaan yang berkaitan dengan pembinaan dan
pengembangan keolahragaan.
30. Sertifikasi adalah proses pemberian pengakuan atas pemenuhan
standar nasional keolahragaan.
31. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat
32. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah
kabupaten/kota.
33. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam bidang
keolahragaan.
BAB II
DASAR, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
Keolahragaan nasional diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 3
Keolahragaan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan jasmani,
rohani, dan sosial serta membentuk watak dan kepribadian bangsa yang
bermartabat.
Pasal 4
Keolahragaan nasional bertujuan memelihara dan meningkatkan
kesehatan dan kebugaran, prestasi, kualitas manusia, menanamkan nilai
moral dan akhlak mulia, sportivitas, disiplin, mempererat dan membina
persatuan dan kesatuan bangsa, memperkukuh ketahanan nasional, serta
mengangkat harkat, martabat, dan kehormatan bangsa.
BAB III
PRINSIP PENYELENGGARAAN KEOLAHRAGAAN
Pasal 5
Keolahragaan diselenggarakan dengan prinsip:
a. demokratis, tidak diskriminatif dan menjunjung tinggi nilai keagamaan,
nilai budaya, dan kemajemukan bangsa;
b. keadilan sosial dan nilai kemanusiaan yang beradab;
c. sportivitas dan menjunjung tinggi nilai etika dan estetika;
d. pembudayaan dan keterbukaan;
e. pengembangan kebiasaan hidup sehat dan aktif bagi masyarakat;
f. pemberdayaan peran serta masyarakat;
g. keselamatan dan keamanan; dan
h. keutuhan jasmani dan rohani.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Warga Negara
Pasal 6
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk:
a. melakukan kegiatan olahraga;
b. memperoleh pelayanan dalam kegiatan olahraga;
c. memilih dan mengikuti jenis atau cabang olahraga yang sesuai dengan
bakat dan minatnya;
d. memperoleh pengarahan, dukungan, bimbingan, pembinaan dan
pengembangan dalam keolahragaan;
e. menjadi pelaku olahraga; dan
f. mengembangkan industri olahraga.
Pasal 7
Warga negara yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental mempunyai
hak untuk memperoleh pelayanan dalam kegiatan olahraga khusus.
Pasal 8
Setiap warga negara berkewajiban untuk berperan serta dalam kegiatan
olahraga dan memelihara prasarana dan sarana olahraga serta
lingkungan.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Orang Tua
Pasal 9
(1) Orang tua mempunyai hak mengarahkan, membimbing, membantu,
dan mengawasi serta memperoleh informasi tentang perkembangan
keolahragaan anaknya.
(2) Orang tua berkewajiban memberikan dorongan kepada anaknya untuk
aktif berpartisipasi dalam olahraga.
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Masyarakat
Pasal 10
(1) Masyarakat mempunyai hak untuk berperan serta dalam perencanaan,
pengembangan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan
keolahragaan.
(2) Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam
penyelenggaraan keolahragaan.
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Pemerintah
dan Pemerintah Daerah
Pasal 11
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah mempunyai hak mengarahkan,
membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan
keolahragaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban memberikan
pelayanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya kegiatan
keolahragaan bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
BAB V
TUGAS, WEWENANG, DAN TANGGUNG JAWAB
PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 12
(1) Pemerintah mempunyai tugas menetapkan dan melaksanakan
kebijakan serta standardisasi bidang keolahragaan secara nasional.
(2) Pemerintah daerah mempunyai tugas untuk melaksanakan kebijakan
dan mengoordinasikan pembinaan dan pengembangan keolahragaan
serta melaksanakan standardisasi bidang keolahragaan di daerah.
Pasal 13
(1) Pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengatur, membina,
mengembangkan, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan
keolahragaan secara nasional.
(2) Pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur,
membina, mengembangkan, melaksanakan, dan mengawasi
penyelenggaraan keolahragaan di daerah.
Pasal 14
(1) Pelaksanaaan tugas penyelenggaraan keolahragaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 pada tingkat nasional dilakukan secara
terpadu dan berkesinambungan yang dikoordinasikan oleh Menteri.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada
pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (2), pemerintah daerah membentuk sebuah dinas yang
menangani bidang keolahragaan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Pasal 15
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk mewujudkan
tujuan penyelenggaraan keolahragaan nasional.
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, wewenang, dan tanggung jawab
Pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 sampai dengan Pasal 15 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
RUANG LINGKUP OLAHRAGA
Pasal 17
Ruang lingkup olahraga meliputi kegiatan:
a. olahraga pendidikan;
b. olahraga rekreasi; dan
c. olahraga prestasi.
Pasal 18
(1) Olahraga pendidikan diselenggarakan sebagai bagian proses
pendidikan.
(2) Olahraga pendidikan dilaksanakan baik pada jalur pendidikan formal
maupun nonformal melalui kegiatan intrakurikuler dan/atau
ekstrakurikuler.
(3) Olahraga pendidikan dimulai pada usia dini.
(4) Olahraga pendidikan pada jalur pendidikan formal dilaksanakan pada
setiap jenjang pendidikan.
(5) Olahraga pendidikan pada jalur pendidikan nonformal dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
(6) Olahraga pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat
(5) dibimbing oleh guru/dosen olahraga dan dapat dibantu oleh tenaga
keolahragaan yang disiapkan oleh setiap satuan pendidikan.
(7) Setiap satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
berkewajiban menyiapkan prasarana dan sarana olahraga pendidikan
sesuai dengan tingkat kebutuhan.
(8) Setiap satuan pendidikan dapat melakukan kejuaraan olahraga sesuai
dengan taraf pertumbuhan dan perkembangan peserta didik secara
berkala antarsatuan pendidikan yang setingkat.
(9) Kejuaraan olahraga antarsatuan pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (8) dapat dilanjutkan pada tingkat daerah, wilayah, nasional,
dan internasional.
Pasal 19
(1) Olahraga rekreasi dilakukan sebagai bagian proses pemulihan kembali
kesehatan dan kebugaran.
(2) Olahraga rekreasi dapat dilaksanakan oleh setiap orang, satuan
pendidikan, lembaga, perkumpulan, atau organisasi olahraga.
(3) Olahraga rekreasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan:
a. memperoleh kesehatan, kebugaran jasmani, dan kegembiraan;
b. membangun hubungan sosial; dan/atau
c. melestarikan dan meningkatkan kekayaan budaya daerah dan
nasional.
(4) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat berkewajiban
menggali, mengembangkan, dan memajukan olahraga rekreasi.
(5) Setiap orang yang menyelenggarakan olahraga rekreasi tertentu yang
mengandung risiko terhadap kelestarian lingkungan, keterpeliharaan
sarana, serta keselamatan dan kesehatan wajib:
a. menaati ketentuan dan prosedur yang ditetapkan sesuai dengan
jenis olahraga; dan
b. menyediakan instruktur atau pemandu yang mempunyai
pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan jenis olahraga.
(6) Olahraga rekreasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus
memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh perkumpulan atau
organisasi olahraga.
Pasal 20
(1) Olahraga prestasi dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan
kemampuan dan potensi olahragawan dalam rangka meningkatkan
harkat dan martabat bangsa.
(2) Olahraga prestasi dilakukan oleh setiap orang yang memiliki bakat,
kemampuan, dan potensi untuk mencapai prestasi.
(3) Olahraga prestasi dilaksanakan melalui proses pembinaan dan
pengembangan secara terencana, berjenjang, dan berkelanjutan
dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan.
(4) Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat berkewajiban
menyelenggarakan, mengawasi, dan mengendalikan kegiatan
olahraga prestasi.
(5) Untuk memajukan olahraga prestasi, Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat dapat mengembangkan:
a. perkumpulan olahraga;
b. pusat penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi keolahragaan;
c. sentra pembinaan olahraga prestasi;
d. pendidikan dan pelatihan tenaga keolahragaan;
e. prasarana dan sarana olahraga prestasi;
f. sistem pemanduan dan pengembangan bakat olahraga;
g. sistem informasi keolahragaan; dan
h. melakukan uji coba kemampuan prestasi olahragawan pada tingkat
daerah, nasional, dan internasional sesuai dengan kebutuhan.
(6) Untuk keselamatan dan kesehatan olahragawan pada tiap
penyelenggaraan, penyelenggara wajib menyediakan tenaga medis
dan/atau paramedis sesuai dengan teknis penyelenggaraan olahraga
prestasi.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN OLAHRAGA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 21
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan pembinaan dan
pengembangan olahraga sesuai dengan kewenangan dan tanggung
jawabnya.
(2) Pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi pengolahraga, ketenagaan, pengorganisasian, pendanaan,
metode, prasarana dan sarana, serta penghargaan keolahragaan.
(3) Pembinaan dan pengembangan keolahragaan dilaksanakan melalui
tahap pengenalan olahraga, pemantauan, pemanduan, serta
pengembangan bakat dan peningkatan prestasi.
(4) Pembinaan dan pengembangan keolahragaan dilaksanakan melalui
jalur keluarga, jalur pendidikan, dan jalur masyarakat yang berbasis
pada pengembangan olahraga untuk semua orang yang berlangsung
sepanjang hayat.
Pasal 22
Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan olahraga melalui
penetapan kebijakan, penataran/pelatihan, koordinasi, konsultasi,
komunikasi, penyuluhan, pembimbingan, pemasyarakatan, perintisan,
penelitian, uji coba, kompetisi, bantuan, pemudahan, perizinan, dan
pengawasan.
Pasal 23
(1) Masyarakat dapat melakukan pembinaan dan pengembangan
olahraga melalui berbagai kegiatan keolahragaan secara aktif, baik
yang dilaksanakan atas dorongan Pemerintah dan/atau pemerintah
daerah, maupun atas kesadaran atau prakarsa sendiri.
(2) Pembinaan dan pengembangan olahraga oleh masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh perkumpulan
olahraga di lingkungan masyarakat setempat.
(3) Masyarakat dalam melakukan pembinaan dan pengembangan
olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat
membentuk organisasi cabang olahraga yang tidak bertentangan
dengan undang-undang ini.
Pasal 24
Lembaga pemerintah maupun swasta berkewajiban menyelenggarakan
pembinaan dan pengembangan olahraga bagi karyawannya untuk
meningkatkan kesehatan, kebugaran dan kegembiraan serta kualitas dan
produktivitas kerja sesuai dengan kondisi masing-masing.
Bagian Kedua
Pembinaan dan Pengembangan
Olahraga Pendidikan
Pasal 25
(1) Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan dilaksanakan
dan diarahkan sebagai satu kesatuan yang sistemis dan
berkesinambungan dengan sistem pendidikan nasional.
(2) Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan dilaksanakan
melalui proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru/dosen olahraga
yang berkualifikasi dan memiliki sertifikat kompetensi serta didukung
prasarana dan sarana olahraga yang memadai.
(3) Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan pada semua
jenjang pendidikan memberikan kebebasan kepada peserta didik
untuk melakukan kegiatan olahraga sesuai dengan bakat dan minat.
(4) Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan dilaksanakan
dengan memperhatikan potensi, kemampuan, minat, dan bakat
peserta didik secara menyeluruh, baik melalui kegiatan intrakurikuler
maupun ekstrakurikuler.
(5) Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara teratur, bertahap, dan
berkesinambungan dengan memperhatikan taraf pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik.
(6) Untuk menumbuhkembangkan prestasi olahraga di lembaga
pendidikan, pada setiap jalur pendidikan dapat dibentuk unit kegiatan
olahraga, kelas olahraga, pusat pembinaan dan pelatihan, sekolah
olahraga, serta diselenggarakannya kompetisi olahraga yang
berjenjang dan berkelanjutan.
(7) Unit kegiatan olahraga, kelas olahraga, pusat pembinaan dan
pelatihan, atau sekolah olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
disertai pelatih atau pembimbing olahraga yang memiliki sertifikat
kompetensi dari induk organisasi cabang olahraga yang bersangkutan
dan/atau instansi pemerintah.
(8) Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan dapat
memanfaatkan olahraga rekreasi yang bersifat tradisional sebagai
bagian dari aktivitas pembelajaran.
Bagian Ketiga
Pembinaan dan Pengembangan
Olahraga Rekreasi
Pasal 26
(1) Pembinaan dan pengembangan olahraga rekreasi dilaksanakan dan
diarahkan untuk memassalkan olahraga sebagai upaya
mengembangkan kesadaran masyarakat dalam meningkatkan
kesehatan, kebugaran, kegembiraan, dan hubungan sosial.
(2) Pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat dengan membangun dan memanfaatkan potensi sumber
daya, prasarana dan sarana olahraga rekreasi.
(3) Pembinaan dan pengembangan olahraga rekreasi yang bersifat
tradisional dilakukan dengan menggali, mengembangkan,
melestarikan, dan memanfaatkan olahraga tradisional yang ada dalam
masyarakat.
(4) Pembinaan dan pengembangan olahraga rekreasi dilaksanakan
berbasis masyarakat dengan memperhatikan prinsip mudah, murah,
menarik, manfaat, dan massal.
(5) Pembinaan dan pengembangan olahraga rekreasi dilaksanakan
sebagai upaya menumbuhkembangkan sanggar-sanggar dan
mengaktifkan perkumpulan olahraga dalam masyarakat, serta
menyelenggarakan festival olahraga rekreasi yang berjenjang dan
berkelanjutan pada tingkat daerah, nasional, dan internasional.
Bagian Keempat
Pembinaan dan Pengembangan Olahraga Prestasi
Pasal 27
(1) Pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi dilaksanakan dan
diarahkan untuk mencapai prestasi olahraga pada tingkat daerah,
nasional, dan internasional.
(2) Pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh induk organisasi cabang
olahraga, baik pada tingkat pusat maupun pada tingkat daerah.
(3) Pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh pelatih yang
memiliki kualifikasi dan sertifikat kompetensi yang dapat dibantu oleh
tenaga keolahragaan dengan pendekatan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
(4) Pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi dilaksanakan
dengan memberdayakan perkumpulan olahraga,
menumbuhkembangkan sentra pembinaan olahraga yang bersifat
nasional dan daerah, dan menyelenggarakan kompetisi secara
berjenjang dan berkelanjutan.
(5) Pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) melibatkan olahragawan muda potensial dari
hasil pemantauan, pemanduan, dan pengembangan bakat sebagai
proses regenerasi.
Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengembangan Olahraga Amatir
Pasal 28
Pembinaan dan pengembangan olahraga amatir dilaksanakan dan
diarahkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25 sampai dengan Pasal 27.
Bagian Keenam
Pembinaan dan Pengembangan Olahraga Profesional
Pasal 29
(1) Pembinaan dan pengembangan olahraga profesional dilaksanakan
dan diarahkan untuk terciptanya prestasi olahraga, lapangan kerja,
dan peningkatan pendapatan.
(2) Pembinaan dan pengembangan olahraga profesional dilakukan oleh
induk organisasi cabang olahraga dan/atau organisasi olahraga
profesional.
Bagian Ketujuh
Pembinaan dan Pengembangan
Olahraga Penyandang Cacat
Pasal 30
(1) Pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang cacat
dilaksanakan dan diarahkan untuk meningkatkan kesehatan, rasa
percaya diri, dan prestasi olahraga.
(2) Pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang cacat
dilaksanakan oleh organisasi olahraga penyandang cacat yang
bersangkutan melalui kegiatan penataran dan pelatihan serta
kompetisi yang berjenjang dan berkelanjutan pada tingkat daerah,
nasional, dan internasional.
(3) Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau organisasi olahraga
penyandang cacat yang ada dalam masyarakat berkewajiban
membentuk sentra pembinaan dan pengembangan olahraga khusus
penyandang cacat.
(4) Pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang cacat
diselenggarakan pada lingkup olahraga pendidikan, olahraga rekreasi,
dan olahraga prestasi berdasarkan jenis olahraga khusus bagi
penyandang cacat yang sesuai dengan kondisi kelainan fisik dan/atau
mental seseorang.
Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengembangan olahraga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 sampai dengan Pasal 30 diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
PENGELOLAAN KEOLAHRAGAAN
Pasal 32
(1) Pengelolaan sistem keolahragaan nasional merupakan tanggung
jawab Menteri.
(2) Pemerintah menentukan kebijakan nasional, standar keolahragaan
nasional, serta koordinasi dan pengawasan terhadap pengelolaan
keolahragaan nasional.
Pasal 33
Pemerintah provinsi melaksanakan kebijakan keolahragaan, perencanaan,
koordinasi, pembinaan, pengembangan, penerapan standardisasi,
penggalangan sumber daya, dan pengawasan.
Pasal 34
(1) Pemerintah kabupaten/kota melaksanakan perencanaan, pembinaan,
pengembangan, penerapan standardisasi, dan penggalangan sumber
daya keolahragaan yang berbasis keunggulan lokal.
(2) Pemerintah kabupaten/kota wajib mengelola sekurang-kurangnya satu
cabang olahraga unggulan yang bertaraf nasional dan/atau
internasional.
Pasal 35
(1) Dalam pengelolaan keolahragaan, masyarakat dapat membentuk
induk organisasi cabang olahraga.
(2) Induk organisasi cabang olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat mendirikan cabang-cabangnya di provinsi dan
kabupaten/kota.
Pasal 36
(1) Induk organisasi cabang olahraga sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 membentuk suatu komite olahraga nasional.
(2) Pengorganisasian komite olahraga nasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh masyarakat yang bersangkutan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Induk organisasi cabang olahraga dan komite olahraga nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mandiri.
(4) Komite olahraga nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) mempunyai tugas:
a. membantu Pemerintah dalam membuat kebijakan nasional dalam
bidang pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan olahraga
prestasi pada tingkat nasional;
b. mengoordinasikan induk organisasi cabang olahraga, organisasi
olahraga fungsional, serta komite olahraga provinsi dan komite
olahraga kabupaten/kota;
c. melaksanakan pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan
olahraga prestasi berdasarkan kewenangannya; dan
d. melaksanakan dan mengoordinasikan kegiatan multikejuaraan
olahraga tingkat nasional.
Pasal 37
(1) Pengelolaan olahraga pada tingkat provinsi dilakukan oleh pemerintah
provinsi dengan dibantu oleh komite olahraga provinsi.
(2) Komite olahraga provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibentuk oleh induk organisasi cabang olahraga provinsi dan bersifat
mandiri.
(3) Pengorganisasian komite olahraga provinsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh masyarakat yang bersangkutan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 38
(1) Pengelolaan olahraga pada tingkat kabupaten/kota dilakukan oleh
pemerintah kabupaten/kota dengan dibantu oleh komite olahraga
kabupaten/kota.
(2) Komite olahraga kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibentuk oleh induk organisasi cabang olahraga kabupaten/kota dan
bersifat mandiri.
(3) Pengorganisasian komite olahraga kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh masyarakat yang
bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 39
Komite olahraga provinsi dan komite olahraga kabupaten/kota mempunyai
tugas:
a. membantu pemerintah daerah dalam membuat kebijakan daerah di
bidang pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan olahraga
prestasi;
b. mengoordinasikan induk organisasi cabang olahraga dan organisasi
olahraga fungsional;
c. melaksanakan pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan olahraga
prestasi; dan
d. menyiapkan, melaksanakan, dan mengoordinasikan keikutsertaan
cabang olahraga prestasi dalam kegiatan olahraga yang bersifat lintas
daerah dan nasional.
Pasal 40
Pengurus komite olahraga nasional, komite olahraga provinsi, dan komite
olahraga kabupaten/kota bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan
jabatan struktural dan jabatan publik.
Pasal 41
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keolahragaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 sampai dengan Pasal 40 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB IX
PENYELENGGARAAN KEJUARAAN OLAHRAGA
Pasal 42
Setiap penyelenggaraan kejuaraan olahraga yang dilaksanakan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat wajib
memperhatikan tujuan keolahragaan nasional serta prinsip
penyelenggaraan keolahragaan.
Pasal 43
Penyelenggaraan kejuaraan olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal
42 meliputi:
a. kejuaraan olahraga tingkat kabupaten/kota, tingkat wilayah, tingkat
provinsi, dan tingkat nasional;
b. pekan olahraga daerah, pekan olahraga wilayah, dan pekan olahraga
nasional;
c. kejuaraan olahraga tingkat internasional; dan
d. pekan olahraga internasional.
Pasal 44
(1) Keikutsertaan Indonesia dalam pekan olahraga internasional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 butir (d) bertujuan untuk
mewujudkan persahabatan dan perdamaian dunia serta untuk
meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui pencapaian
prestasi.
(2) Keikutsertaan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Komite Olimpiade Indonesia atau National Olympic
Committee sebagaimana telah diakui oleh International Olympic
Committee.
(3) Komite Olimpiade Indonesia meningkatkan dan memelihara
kepentingan Indonesia, serta memperoleh dukungan masyarakat
untuk mengikuti Olympic Games, Asian Games, South East Asia
Games, dan pekan olahraga internasional lain.
(4) Komite Olimpiade Indonesia bekerja sesuai dengan peraturan
International Olympic Committee, Olympic Council of Asia, South East
Asia Games Federation, dan organisasi olahraga internasional lain
yang menjadi afiliasi Komite Olimpiade Indonesia dengan tetap
memperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 45
Penyelenggaraan kejuaraan olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal
43 bertujuan:
a. memasyarakatkan olahraga;
b. menjaring bibit atlet potensial;
c. meningkatkan kesehatan dan kebugaran;
d. meningkatkan prestasi olahraga;
e. memelihara persatuan dan kesatuan bangsa; dan
f. meningkatkan ketahanan nasional.
Pasal 46
(1) Pekan olahraga nasional diselenggarakan secara periodik dan
berkesinambungan.
(2) Pemerintah bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pekan
olahraga nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan
menugasi komite olahraga nasional selaku penyelenggara.
(3) Pemerintah daerah yang ditetapkan sebagai penyelenggara
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekan olahraga nasional.
Pasal 47
Penyelenggaraan kejuaraan olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal
43 dilakukan dengan prinsip efisiensi, efektivitas, transparansi, dan
akuntabilitas.
Pasal 48
(1) Pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
penyelenggaraan pekan olahraga daerah.
(2) Induk organisasi cabang olahraga bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan penyelenggaraan kejuaraan olahraga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 butir (a) dan butir (c).
(3) Organisasi olahraga penyandang cacat bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan pekan olahraga penyandang cacat.
Pasal 49
(1) Induk organisasi cabang olahraga bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan kejuaraan olahraga tingkat internasional.
(2) Penyelenggaraan kejuaraan olahraga tingkat internasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Pemerintah.
Pasal 50
(1) Pengajuan Indonesia sebagai calon tuan rumah penyelenggara pekan
olahraga internasional diusulkan oleh Komite Olimpiade Indonesia
setelah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah.
(2) Pemerintah bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pekan
olahraga internasional yang dilaksanakan di Indonesia.
(3) Penyelenggaraan pekan olahraga internasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditugaskan pelaksanaannya kepada Komite
Olimpiade Indonesia.
Pasal 51
(1) Penyelenggara kejuaraan olahraga wajib memenuhi persyaratan
teknis kecabangan, kesehatan, keselamatan, dan ketentuan daerah
setempat.
(2) Penyelenggara kejuaraan olahraga yang mendatangkan langsung
massa penonton wajib mendapatkan rekomendasi dari induk
organisasi cabang olahraga yang bersangkutan dan memenuhi
peraturan perundang-undangan.
(3) Penyelenggara kejuaraan olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) wajib memiliki penanggung jawab kegiatan.
(4) Setiap orang dan/atau badan hukum asing dapat menyelenggarakan
kejuaraan olahraga di Indonesia dalam bentuk kemitraan dengan induk
organisasi cabang olahraga nasional.
(5) Setiap penonton dalam kejuaraan olahraga wajib menjaga, menaati,
dan/atau mematuhi peraturan perundangan mengenai ketertiban dan
keamanan.
(6) Perlakuan pajak pertambahan nilai atas jasa penyelenggaraan
kejuaraan atau kegiatan olahraga dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dalam bidang perpajakan.
Pasal 52
Ketentuan lebih lanjut mengenai Komite Olimpiade Indonesia,
penyelenggaraan pekan olahraga nasional, tanggung jawab pemerintah
daerah dan induk organisasi cabang olahraga, penyelenggaraan pekan
olahraga internasional, dan persyaratan penyelenggaraan kejuaraan
olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, Pasal 46, Pasal 48,
Pasal 50, dan Pasal 51 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
PELAKU OLAHRAGA
Bagian Satu
Olahragawan
Pasal 53
(1) Olahragawan meliputi olahragawan amatir dan olahragawan
profesional.
(2) Olahragawan penyandang cacat merupakan olahragawan yang
melaksanakan olahraga khusus.
Pasal 54
(1) Olahragawan amatir melaksanakan kegiatan olahraga yang menjadi
kegemaran dan keahliannya.
(2) Olahragawan amatir sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai hak:
a. meningkatkan prestasi melalui klub dan/atau perkumpulan
olahraga;
b. mendapatkan pembinaan dan pengembangan sesuai dengan
cabang olahraga yang diminati;
c. mengikuti kejuaraan olahraga pada semua tingkatan setelah melalui
seleksi dan/atau kompetisi;
d. memperoleh kemudahan izin dari instansi untuk mengikuti kegiatan
keolahragaan daerah, nasional, dan internasional; dan
e. beralih status menjadi olahragawan profesional.
Pasal 55
(1) Olahragawan profesional melaksanakan kegiatan olahraga sebagai
profesi sesuai dengan keahliannya.
(2) Setiap orang dapat menjadi olahragawan profesional setelah
memenuhi persyaratan:
a. pernah menjadi olahragawan amatir yang mengikuti kompetisi
secara periodik;
b. memenuhi ketentuan ketenagakerjaan yang dipersyaratkan;
c. memenuhi ketentuan medis yang dipersyaratkan; dan
d. memperoleh pernyataan tertulis tentang pelepasan status dari
olahragawan amatir menjadi olahragawan profesional yang
diketahui oleh induk organisasi cabang olahraga yang
bersangkutan.
(3) Setiap olahragawan profesional mempunyai hak untuk:
a. didampingi oleh, antara lain, manajer, pelatih, tenaga medis,
psikolog, dan ahli hukum;
b. mengikuti kejuaraan pada semua tingkatan sesuai dengan
ketentuan;
c. mendapatkan pembinaan dan pengembangan dari induk
organisasi cabang olahraga, organisasi olahraga profesional, atau
organisasi olahraga fungsional; dan
d. mendapatkan pendapatan yang layak.
Pasal 56
(1) Olahragawan penyandang cacat melaksanakan kegiatan olahraga
khusus bagi penyandang cacat.
(2) Setiap olahragawan penyandang cacat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berhak untuk:
a. meningkatkan prestasi melalui klub dan/atau perkumpulan
olahraga penyandang cacat;
b. mendapatkan pembinaan cabang olahraga sesuai dengan kondisi
kelainan fisik dan/atau mental; dan
c. mengikuti kejuaraan olahraga penyandang cacat yang bersifat
daerah, nasional, dan internasional setelah melalui seleksi
dan/atau kompetisi.
Pasal 57
Setiap olahragawan berkewajiban:
a. menjunjung tinggi nilai luhur dan nama baik bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
b. mengedepankan sikap sportivitas dalam setiap kegiatan olahraga yang
dilaksanakan;
c. ikut menjaga upaya pelestarian lingkungan hidup; dan
d. menaati peraturan dan kode etik yang berlaku dalam setiap cabang
olahraga yang diikuti dan/atau yang menjadi profesinya.
Pasal 58
(1) Olahragawan amatir memperoleh pembinaan dan pengembangan dari
induk organisasi cabang olahraga amatir.
(2) Olahragawan profesional memperoleh pembinaan dan pengembangan
dari cabang olahraga profesional dan/atau bergabung dalam cabang
olahraga amatir yang dinaungi oleh suatu lembaga mandiri yang
dibentuk oleh Pemerintah.
(3) Olahragawan penyandang cacat memperoleh pembinaan dan
pengembangan dari organisasi olahraga penyandang cacat.
Pasal 59
Dalam rangka pembinaan dan pengembangan olahragawan dapat
dilaksanakan perpindahan olahragawan antarperkumpulan, antardaerah,
dan antarnegara.
Bagian Kedua
Pembina Olahraga
Pasal 60
(1) Pembina olahraga meliputi pembina perkumpulan, induk organisasi,
atau lembaga olahraga pada tingkat pusat dan tingkat daerah yang
telah dipilih/ditunjuk menjadi pengurus.
(2) Pembina olahraga melakukan pembinaan dan pengembangan
olahraga sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam organisasi.
Pasal 61
(1) Pembina olahraga berhak memperoleh peningkatan pengetahuan,
keterampilan, penghargaan, dan bantuan hukum.
(2) Pembina olahraga berkewajiban:
a. melaksanakan pembinaan dan pengembangan terhadap
organisasi olahraga, olahragawan, tenaga keolahragaan, dan
pendanaan keolahragaan; dan
b. melaksanakan pembinaan dan pengembangan olahraga sesuai
dengan prinsip penyelenggaraan keolahragaan.
Pasal 62
Pembina olahraga warga negara asing yang bertugas dalam setiap
organisasi olahraga dan/atau lembaga olahraga wajib:
a. memiliki kualifikasi dan kompetensi;
b. mendapatkan rekomendasi dari induk organisai cabang olahraga yang
bersangkutan; dan
c. mendapatkan izin dari instansi pemerintah yang berwenang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Tenaga Keolahragaan
Pasal 63
(1) Tenaga keolahragaan terdiri atas pelatih, guru/dosen, wasit, juri,
manajer, promotor, administrator, pemandu, penyuluh, instruktur,
tenaga medis dan para medis, ahli gizi, ahli biomekanika, psikolog,
atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan kegiatan olahraga.
(2) Tenaga keolahragaan yang bertugas dalam setiap organisasi olahraga
dan/atau lembaga olahraga wajib memiliki kualifikasi dan sertifikat
kompetensi yang dikeluarkan oleh induk organisasi cabang olahraga
yang bersangkutan dan/atau instansi pemerintah yang berwenang.
(3) Tenaga keolahragaan bertugas menyelenggarakan atau melakukan
kegiatan keolahragaan sesuai dengan bidang keahlian dan/atau
kewenangan tenaga keolahragaan yang bersangkutan.
(4) Pengadaan tenaga keolahragaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan melalui penataran dan/atau pelatihan oleh lembaga
yang khusus untuk itu.
Pasal 64
Tenaga keolahragaan dalam melaksanakan profesinya berhak untuk
mendapatkan:
a. pembinaan, pengembangan, dan peningkatan keterampilan melalui
pelatihan;
b. jaminan keselamatan;
c. peningkatan karier, pelayanan kesejahteraan, bantuan hukum,
dan/atau penghargaan.
Pasal 65
Tenaga keolahragaan asing yang bertugas pada setiap organisasi
olahraga dan/atau lembaga olahraga wajib:
a. memiliki kualifikasi dan sertifikat kompetensi;
b. mendapatkan rekomendasi dari induk organisasi cabang olahraga
yang bersangkutan; dan
c. mendapatkan izin dari instansi pemerintah yang berwenang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 66
Ketentuan lebih lanjut mengenai alih status olahragawan, olahragawan
profesional, perpindahan olahragawan, pembina olahraga warga negara
asing, dan tenaga keolahragaan warga negara asing sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, Pasal 59, Pasal 62, dan Pasal 65
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XI
PRASARANA DAN SARANA OLAHRAGA
Pasal 67
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab
atas perencanaan, pengadaan, pemanfaatan, pemeliharaan, dan
pengawasan prasarana olahraga.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin ketersediaan prasarana
olahraga sesuai dengan standar dan kebutuhan Pemerintah dan
pemerintah daerah.
(3) Jumlah dan jenis prasarana olahraga yang dibangun harus
memperhatikan potensi keolahragaan yang berkembang di daerah
setempat.
(4) Prasarana olahraga yang dibangun di daerah wajib memenuhi jumlah
dan standar minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(5) Ketentuan mengenai tata cara penetapan prasarana olahraga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur
dengan Peraturan Presiden.
(6) Badan usaha yang bergerak dalam bidang pembangunan perumahan
dan permukiman berkewajiban menyediakan prasarana olahraga
sebagai fasilitas umum dengan standar dan kebutuhan yang
ditetapkan oleh Pemerintah yang selanjutnya diserahkan kepada
pemerintah daerah sebagai aset/milik pemerintah daerah setempat.
(7) Setiap orang dilarang meniadakan dan/atau mengalihfungsikan
prasarana olahraga yang telah menjadi aset/milik Pemerintah atau
pemerintah daerah tanpa rekomendasi Menteri dan tanpa izin atau
persetujuan dari yang berwenang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 68
(1) Pemerintah membina dan mendorong pengembangan industri sarana
olahraga dalam negeri.
(2) Setiap orang atau badan usaha yang memproduksi sarana olahraga
wajib memperhatikan standar teknis sarana olahraga dari cabang
olahraga yang bersangkutan.
(3) Sarana olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diproduksi,
diperjualbelikan, dan/atau disewakan untuk masyarakat umum, baik
untuk pelatihan maupun untuk kompetisi wajib memenuhi standar
kesehatan dan keselamatan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
(4) Produsen wajib memberikan informasi tertulis tentang bahan baku,
penggunaan, dan pemanfaatan sarana olahraga untuk memberikan
pelindungan kesehatan dan keselamatan.
(5) Perlakuan bea masuk, pajak pertambahan nilai, dan pajak penjualan
atas barang mewah untuk sarana olahraga diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan
perpajakan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana olahraga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB XII
PENDANAAN KEOLAHRAGAAN
Pasal 69
(1) Pendanaan keolahragaan menjadi tanggung jawab bersama antara
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggaran
keolahragaan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pasal 70
(1) Sumber pendanaan keolahragaan ditentukan berdasarkan prinsip
kecukupan dan keberlanjutan.
(2) Sumber pendanaan keolahragaan dapat diperoleh dari:
a. masyarakat melalui berbagai kegiatan berdasarkan ketentuan yang
berlaku;
b. kerja sama yang saling menguntungkan;
c. bantuan luar negeri yang tidak mengikat;
d. hasil usaha industri olahraga; dan/atau
e. sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 71
(1) Pengelolaan dana keolahragaan dilakukan berdasarkan pada prinsip
keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.
(2) Dana keolahragaan yang dialokasikan dari Pemerintah dan
pemerintah daerah dapat diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 72
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan keolahragaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 sampai dengan Pasal 71 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 73
Pengaturan pajak bagi setiap orang yang memberikan dukungan dana
untuk pembinaan dan pengembangan keolahragaan dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam bidang
perpajakan.
BAB XIII
PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN
TEKNOLOGI KEOLAHRAGAAN
Pasal 74
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat melakukan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara berkelanjutan
untuk memajukan keolahragaan nasional.
(2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dapat
membentuk lembaga penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi keolahragaan yang bermanfaat untuk memajukan
pembinaan dan pengembangan keolahragaan nasional.
(3) Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan melalui penelitian,
pengkajian, alih teknologi, sosialisasi, pertemuan ilmiah, dan kerja
sama antarlembaga penelitian, baik nasional maupun internasional
yang memiliki spesialisasi ilmu pengetahuan dan teknologi
keolahragaan.
(4) Hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disosialisasikan dan diterapkan untuk
kemajuan olahraga.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi keolahragaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sampai dengan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIV
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 75
(1) Masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya
untuk berperan serta dalam kegiatan keolahragaan.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan secara perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi
profesi, badan usaha, atau organisasi kemasyarakatan lain sesuai
dengan prinsip keterbukaan dan kemitraan.
(3) Masyarakat dapat berperan sebagai sumber, pelaksana, tenaga
sukarela, penggerak, pengguna hasil, dan/atau pelayanan kegiatan
olahraga.
(4) Masyarakat ikut serta mendorong upaya pembinaan dan
pengembangan keolahragaan.
BAB XV
KERJA SAMA DAN INFORMASI KEOLAHRAGAAN
Pasal 76
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dapat saling bekerja
sama dalam bidang keolahragaan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
memperhatikan tujuan keolahragaan nasional dan prinsip keterbukaan,
efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas.
(3) Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dapat
menyelenggarakan kerja sama internasional dalam bidang
keolahragaan dan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 77
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin ketersediaan dan
penyebarluasan informasi kepada masyarakat untuk kepentingan
pembinaan dan pengembangan keolahragaan nasional.
(2) Dalam menyediakan dan menyebarluaskan informasi, Pemerintah
mengembangkan pusat informasi keolahragaan nasional dengan
memanfaatkan media massa dan media lain serta museum
keolahragaan nasional.
(3) Pemerintah daerah berdasarkan kewenangan dan kemampuan yang
dimiliki dapat mengembangkan dan mengelola informasi keolahragaan
sesuai dengan kemampuan dan kondisi daerah.
BAB XVI
INDUSTRI OLAHRAGA
Pasal 78
Setiap pelaksanaan industri olahraga yang dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat wajib memperhatikan tujuan
keolahragaan nasional serta prinsip penyelenggaraan keolahragaan.
Pasal 79
(1) Industri olahraga dapat berbentuk prasarana dan sarana yang
diproduksi, diperjualbelikan, dan/atau disewakan untuk masyarakat.
(2) Industri olahraga dapat berbentuk jasa penjualan kegiatan cabang
olahraga sebagai produk utama yang dikemas secara profesional yang
meliputi:
a. kejuaraan nasional dan internasional;
b. pekan olahraga daerah, wilayah, nasional, dan internasional;
c. promosi, eksibisi, dan festival olahraga; atau
d. keagenan, layanan informasi, dan konsultansi keolahragaan.
(3) Masyarakat yang melakukan usaha industri olahraga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat bermitra dengan
Pemerintah, pemerintah daerah, organisasi olahraga, dan/atau
organisasi lain, baik dalam negeri maupun luar negeri.
(4) Dalam melaksanakan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
masyarakat membentuk badan usaha sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(5) Masyarakat yang melakukan usaha industri jasa olahraga
memperhatikan kesejahteraan pelaku olahraga dan kemajuan
olahraga.
Pasal 80
(1) Pembinaan dan pengembangan industri olahraga dilaksanakan melalui
kemitraan yang saling menguntungkan agar terwujud kegiatan
olahraga yang mandiri dan profesional.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan kemudahan
pembentukan sentra-sentra pembinaan dan pengembangan industri
olahraga.
(3) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memfasilitasi pewujudan
kemitraan pelaku industri olahraga dengan media massa dan media
lainnya.
BAB XVII
STANDARDISASI, AKREDITASI, DAN SERTIFIKASI
Bagian Kesatu
Standardisasi
Pasal 81
(1) Standar nasional keolahragaan meliputi:
a. standar kompetensi tenaga keolahragaan;
b. standar isi program penataran/pelatihan tenaga keolahragaan;
c. standar prasarana dan sarana;
d. standar pengelolaan organisasi keolahragaan;
e. standar penyelenggaraan keolahragaan; dan
f. standar pelayanan minimal keolahragaan.
(2) Standar nasional keolahragaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus ditingkatkan secara berencana dan berkelanjutan.
(3) Standar nasional keolahragaan digunakan sebagai acuan
pengembangan keolahragaan nasional.
(4) Pengembangan, pemantauan, dan pelaporan pencapaian standar
nasional keolahragaan dilakukan oleh Pemerintah dan/atau lembaga
mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.
Bagian Kedua
Akreditasi
Pasal 82
(1) Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan dan peringkat
program penataran/pelatihan tenaga keolahragaan dan organisasi
olahraga.
(2) Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria objektif yang bersifat terbuka.
(3) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai
bentuk akuntabilitas publik.
Bagian Ketiga
Sertifikasi
Pasal 83
(1) Sertifikasi dilakukan untuk menentukan:
a. kompetensi tenaga keolahragaan;
b. kelayakan prasarana dan sarana olahraga; dan
c. kelayakan organisasi olahraga dalam melaksanakan kejuaraan.
(2) Hasil sertifikasi berbentuk sertifikat kompetensi dan sertifikat
kelayakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan/atau lembaga
mandiri yang berwenang serta induk organisasi cabang olahraga yang
bersangkutan sebagai bentuk akuntabilitas publik.
(3) Sertifikat kompetensi diberikan kepada seseorang sebagai pengakuan
setelah lulus uji kompetensi.
(4) Sertifikat kelayakan diberikan kepada organisasi, prasarana, dan
sarana olahraga.
Pasal 84
Ketentuan lebih lanjut mengenai standardisasi, akreditasi, dan sertifikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 sampai dengan Pasal 83 diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XVIII
DOPING
Pasal 85
(1) Doping dilarang dalam semua kegiatan olahraga.
(2) Setiap induk organisasi cabang olahraga dan/atau lembaga/organisasi
olahraga nasional wajib membuat peraturan doping dan disertai
sanksi.
(3) Pengawasan doping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Pemerintah.
BAB XIX
PENGHARGAAN
Pasal 86
(1) Setiap pelaku olahraga, organisasi olahraga, lembaga
pemerintah/swasta, dan perseorangan yang berprestasi dan/atau
berjasa dalam memajukan olahraga diberi penghargaan.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, organisasi olahraga, organisasi lain,
dan/atau perseorangan.
(3) Penghargaan dapat berbentuk pemberian kemudahan, beasiswa,
asuransi, pekerjaan, kenaikan pangkat luar biasa, tanda kehormatan,
kewarganegaraan, warga kehormatan, jaminan hari tua,
kesejahteraan, atau bentuk penghargaan lain yang bermanfaat bagi
penerima penghargaan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan dan bentuk
penghargaan serta pelaksanaan pemberian penghargaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Presiden.
BAB XX
PENGAWASAN
Pasal 87
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat melakukan
pengawasan atas penyelenggaraan keolahragaan.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
prinsip transparansi dan akuntabilitas.
(3) Pengawasan dan pengendalian olahraga profesional dilakukan oleh
lembaga mandiri yang dibentuk oleh Pemerintah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB XXI
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 88
(1) Penyelesaian sengketa keolahragaan diupayakan melalui musyawarah
dan mufakat yang dilakukan oleh induk organisasi cabang olahraga.
(2) Dalam hal musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui
arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak tercapai, penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui
pengadilan yang sesuai dengan yurisdiksinya.
BAB XXII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 89
(1) Setiap orang yang menyelenggarakan kejuaraan olahraga tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1)
dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
(2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan
kerusakan dan/atau gangguan keselamatan pihak lain, setiap orang
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(3) Setiap orang yang mengalihfungsikan atau meniadakan prasarana
olahraga yang telah ada, baik sebagian maupun seluruhnya tanpa izin
sebagaimana diatur dalam Pasal 67 ayat (7), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
BAB XXIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 90
Pada saat Undang-Undang ini dinyatakan mulai berlaku, semua peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan bidang keolahragaan
dinyatakan tetap berlaku sepanjang peraturan perundang-undangan
dimaksud tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan Undang-
Undang ini.
BAB XXIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 91
Semua peraturan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini
harus diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak
diundangkannya Undang-Undang ini.
Pasal 92
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 23 September 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 September 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 89
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2005
TENTANG
SISTEM KEOLAHRAGAAN NASIONAL
I. UMUM.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan
ketentuan tersebut, segala aspek kehidupan dalam bidang
kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan
harus senantiasa berdasarkan atas hukum.
Olahraga merupakan bagian dari proses dan pencapaian tujuan
pembangunan nasional sehingga keberadaan dan peranan olahraga
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara harus
ditempatkan pada kedudukan yang jelas dalam sistem hukum nasional.
Selama ini bidang keolahragaan hanya diatur oleh peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang, bersifat parsial atau
belum mengatur semua aspek keolahragaan nasional secara
menyeluruh, dan belum mencerminkan tatanan hukum yang tertib di
bidang keolahragaan.
Permasalahan keolahragaan nasional semakin kompleks dan berkaitan
dengan dinamika sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat dan bangsa
serta tuntutan perubahan global sehingga sudah saatnya Indonesia
memiliki suatu undang-undang yang mengatur keolahragaan secara
menyeluruh dengan memperhatikan semua aspek terkait, adaptif
terhadap perkembangan olahraga dan masyarakat, sekaligus sebagai
instrumen hukum yang mampu mendukung pembinaan dan
pengembangan keolahragaan nasional pada masa kini dan masa yang
akan datang. Atas dasar inilah perlu dibentuk Undang-Undang tentang
Sistem Keolahragaan Nasional sebagai landasan yuridis bagi setiap
kegiatan keolahragaan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang ini memperhatikan asas
desentralisasi, otonomi, peran serta masyarakat, keprofesionalan,
kemitraan, transparansi, dan akuntabilitas. Sistem pengelolaan,
pembinaan, dan pengembangan keolahragaan nasional diatur dengan
semangat kebijakan otonomi daerah guna mewujudkan kemampuan
daerah dan masyarakat yang mampu secara mandiri mengembangkan
kegiatan keolahragaan. Penanganan keolahragaan tidak dapat lagi
ditangani secara sekadarnya tetapi harus ditangani secara profesional.
Penggalangan sumber daya untuk pembinaan dan pengembangan
keolahragaan nasional dilakukan melalui pembentukan dan
pengembangan hubungan kerja para pihak yang terkait secara
harmonis, terbuka, timbal balik, sinergis, dan saling menguntungkan.
Prinsip transparansi dan akuntabilitas diarahkan untuk mendorong
ketersediaan informasi yang dapat diakses sehingga memberikan
peluang bagi semua pihak untuk berperan serta dalam kegiatan
keolahragaan, memungkinkan semua pihak untuk melaksanakan
kewajibannya secara optimal dan kepastian untuk memperoleh haknya,
serta memungkinkan berjalannya mekanisme kontrol untuk menghindari
kekurangan dan penyimpangan sehingga tujuan dan sasaran
keolahragaan nasional dapat tercapai.
Dalam Undang-Undang ini, sistem keolahragaan nasional merupakan
keseluruhan subsistem keolahragaan yang saling terkait secara
terencana, terpadu, dan berkelanjutan untuk mencapai tujuan
keolahragaan nasional. Subsistem yang dimaksud, antara lain, pelaku
olahraga, organisasi olahraga, dana olahraga, prasarana dan sarana
olahraga, peran serta masyarakat, dan penunjang keolahragaan
termasuk ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, dan industri olahraga.
Interaksi antarsubsistem perlu diatur guna mencapai tujuan
keolahragaan nasional yang manfaatnya dapat dirasakan oleh semua
pihak. Seluruh subsistem keolahragaan nasional diatur dengan
memperhatikan keterkaitan dengan bidang-bidang lain serta upayaupaya
yang sistematis dan berkelanjutan guna menghadapi tantangan
subsistem, antara lain, melalui peningkatan koordinasi antarlembaga
yang menangani keolahragaan, pemberdayaan organisasi
keolahragaan, pengembangan sumber daya manusia keolahragaan,
pengembangan prasarana dan sarana, peningkatan sumber dan
pengelolaan pendanaan, serta penataan sistem pembinaan dan
pengembangan olahraga secara menyeluruh.
Undang-Undang ini mengatur secara tegas mengenai hak dan
kewajiban serta kewenangan dan tanggung jawab semua pihak
(Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat) serta koordinasi
yang sinergis secara vertikal antara pusat dan daerah dan secara
horizontal antara lembaga terkait baik pada tingkat pusat maupun pada
tingkat daerah dalam rangka pengelolaan, pembinaan, dan
pengembangan keolahragaan nasional. Sebagai wujud kepedulian
dalam pembinaan dan pengembangan olahraga, masyarakat dapat
berperan serta dengan membentuk induk organisasi cabang olahraga
pada tingkat pusat dan daerah. Organisasi/kelembagaan yang dibentuk
oleh masyarakat itu membutuhkan dasar hukum sehingga kedudukan
dan keberadaannya akan lebih mantap.
Keterbatasan sumber pendanaan merupakan permasalahan khusus
dalam kegiatan keolahragaan di Indonesia. Hal ini semakin terasa
dengan perkembangan olahraga modern yang menuntut pengelolaan,
pembinaan dan pengembangan keolahragaan didukung oleh anggaran
yang memadai. Untuk itu, kebijakan tentang sistem pengalokasian dana
di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah dalam bidang keolahragaan sesuai
dengan kemampuan anggaran harus dilaksanakan agar pembinaan
dan pengembangan keolahragaan nasional dapat berjalan lancar.
Selain itu, sumber daya dari masyarakat perlu dioptimalkan, antara lain,
melalui peran serta masyarakat dalam pengadaan dana,
pengadaan/pemeliharaan prasarana dan sarana, dan dalam industri
olahraga.
Dengan Undang-Undang ini sistem pembinaan dan pengembangan
keolahragaan nasional ditata sebagai suatu bangunan sistem
keolahragaan yang pada intinya dilakukan pembinaan dan
pengembangan olahraga yang diawali dengan tahapan pengenalan
olahraga, pemantauan dan pemanduan, serta pengembangan bakat
dan peningkatan prestasi. Penahapan tersebut diarahkan untuk
pemassalan dan pembudayaan olahraga, pembibitan, dan peningkatan
prestasi olahraga pada tingkat daerah, nasional, dan internasional.
Semua penahapan tersebut melibatkan unsur keluarga, perkumpulan,
satuan pendidikan, dan organisasi olahraga yang ada dalam
masyarakat, baik pada tingkat daerah maupun pusat. Sesuai dengan
penahapan tersebut, seluruh ruang lingkup olahraga dapat saling
bersinergi sehingga membentuk bangunan sistem keolahragaan
nasional yang luwes dan menyeluruh. Sistem ini melibatkan tiga jalur,
yaitu jalur keluarga, jalur pendidikan, dan jalur masyarakat yang saling
bersinergi untuk memperkukuh bangunan sistem keolahragaan
nasional.
Sistem keolahragaan nasional ditingkatkan, antara lain, melalui
penetapan standar nasional keolahragaan yang meliputi tenaga
keolahragaan, isi program penataran/pelatihan, prasarana dan sarana,
penyelenggaraan keolahragaan, dan pengelolaan organisasi
keolahragaan, serta pelayanan minimal keolahragaan.
Undang-Undang tentang Sistem Keolahragaan Nasional ini akan
memberikan kepastian hukum bagi Pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat dalam kegiatan keolahragaan, dalam mewujudkan
masyarakat dan bangsa yang gemar, aktif, sehat dan bugar, serta
berprestasi dalam olahraga. Dengan demikian, gerakan
memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat serta
upaya meningkatkan prestasi olahraga dapat mengangkat harkat dan
martabat bangsa pada tingkat internasional sesuai dengan tujuan dan
sasaran pembangunan nasional yang berkelanjutan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Huruf a
Yang dimaksud dengan tidak diskriminatif dalam ketentuan
ini adalah bahwa olahraga merupakan hak setiap orang
dengan tidak membedakan antara orang perseorangan,
kelompok, golongan, agama, suku, dan bangsa/negara.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan etika dalam ketentuan ini adalah
bahwa penyelenggaraan keolahragaan mencerminkan nilainilai
yang baik yang dijabarkan dalam aturan, ketentuan,
maupun kegiatannya. Nilai-nilai yang dimaksud mencakup
nilai kesopanan, budaya, akhlak mulia, dan sportivitas.
Yang dimaksud dengan estetika dalam ketentuan ini adalah
bahwa penyelenggaraan keolahragaan mengandung hal-hal
yang berkaitan dengan seni dan keindahan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan pembudayaan dalam ketentuan ini
adalah proses sosial, perbuatan, dan cara memajukan
olahraga sehingga menjadi kebiasaan hidup masyarakat.
Yang dimaksud dengan keterbukaan dalam ketentuan ini
adalah bahwa setiap orang bebas mendapatkan informasi
dan akses keolahragaan.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan pemberdayaan dalam ketentuan ini
adalah upaya membangkitkan masyarakat agar
berkemampuan untuk berperan serta dalam
penyelenggaraan keolahragaan.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Pasal 6
Yang dimaksud dengan warga negara dalam ketentuan ini adalah
warga negara Indonesia, baik yang tinggal di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia maupun di luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan hak mengarahkan dalam ketentuan
ini adalah orang tua tidak melakukan intervensi dan
mencampuri teknis kegiatan olahraga.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ruang lingkup olahraga dimaksudkan untuk mengelompokkan
jenis-jenis atau kegiatan olahraga berdasarkan atas pendekatan
fungsi.
Pasal 18
Ayat (1)
Istilah olahraga pendidikan sama dengan pendidikan jasmani
dan olahraga dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan.
Keduanya dapat digunakan secara saling melengkapi untuk
kepentingan pendidikan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan jalur pendidikan formal dalam
ketentuan ini adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi.
Yang dimaksud dengan jalur pendidikan nonformal dalam
ketentuan ini adalah jalur pendidikan di luar pendidikan
formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan satuan pendidikan dalam ketentuan
ini adalah kelompok pelayanan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal dan
nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Olahraga rekreasi merupakan kegiatan olahraga waktu luang
yang dilakukan secara sukarela oleh perseorangan,
kelompok, dan/atau masyarakat seperti olahraga masyarakat,
olahraga tradisional, olahraga kesehatan, dan olahraga
petualangan yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Keterpeliharaan sarana dalam ketentuan ini dimaksudkan
untuk memberikan perlindungan terhadap sarana yang
digunakan dalam kegiatan olahraga termasuk hewan.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan masyarakat dalam ketentuan ini
adalah induk-induk organisasi cabang olahraga, organisasi
olahraga fungsional, sanggar-sanggar olahraga, perkumpulan
dan/atau klub olahraga lain yang ada dalam masyarakat serta
masyarakat lain yang berperan serta dalam pembinaan dan
pengembangan olahraga.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pengenalan olahraga dalam
ketentuan ini adalah kegiatan untuk menyadarkan dan
membangkitkan minat masyarakat agar gemar berolahraga.
Yang dimaksud dengan pemantauan, pemanduan, dan
pengembangan bakat dalam ketentuan ini adalah tahap
identifikasi dan seleksi penetapan bibit olahragawan potensial
yang selanjutnya dibina secara berjenjang dan berkelanjutan
sesuai dengan cabang olahraga tertentu.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan sebagai satu kesatuan yang sistemis
dan berkesinambungan dengan sistem pendidikan nasional
dalam ketentuan ini adalah bahwa olahraga pendidikan
sebagai subsistem keolahragaan nasional, dalam pembinaan
dan pengembangannya tidak dapat dipisahkan dari sistem
pendidikan nasional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan secara menyeluruh dalam ketentuan
ini adalah mencakup seluruh ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor peserta didik.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan unit kegiatan olahraga dalam
ketentuan ini adalah suatu perkumpulan olahraga
pelajar/mahasiswa sebagai wadah berkumpulnya peserta
didik yang memiliki minat dan bakat dalam olahraga tertentu
guna meningkatkan prestasi olahraga.
Yang dimaksud dengan kelas olahraga dalam ketentuan ini
adalah kelas khusus yang disediakan dalam satuan
pendidikan untuk menampung para peserta didik yang
berbakat dalam bidang olahraga tertentu.
Yang dimaksud dengan pusat pembinaan dan pelatihan
dalam ketentuan ini adalah suatu wadah yang khusus
dirancang untuk menampung dan membina para
olahragawan peserta didik yang telah diseleksi bakat dan
kemampuannya dalam satu asrama.
Yang dimaksud dengan sekolah olahraga dalam ketentuan ini
adalah satuan pendidikan khusus yang disediakan bagi para
olahragawan berbakat.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan memassalkan olahraga dalam
ketentuan ini adalah suatu upaya untuk mengenalkan
olahraga kepada masyarakat luas sehingga masyarakat
gemar melakukan kegiatan olahraga atas kehendak sendiri.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan berbasis masyarakat dalam
ketentuan ini adalah pembinaan dan pengembangan
olahraga dengan memperhatikan kebutuhan dan potensi
masyarakat.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan sentra pembinaan olahraga dalam
ketentuan ini adalah suatu wadah yang dirancang untuk
membina dan mengembangkan olahragawan dan berpotensi
sebagai olahragawan bertaraf nasional atau internasional.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kegiatan penataran dan pelatihan
dalam ketentuan ini adalah kegiatan olahraga yang dilakukan
di lingkungan pendidikan dan pelatihan olahraga dalam
masyarakat.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pembinaan olahraga bagi penyandang cacat pada dasarnya
dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi kelainan fisik
dan/atau mental seseorang sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan masyarakat yang bersangkutan
dalam ketentuan ini adalah induk-induk organisasi cabang
olahraga yang berafiliasi dengan federasi cabang olahraga
internasional.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Yang dimaksud dengan mandiri dalam ketentuan ini adalah bebas
dari pengaruh dan intervensi pihak mana pun untuk menjaga
netralitas dan menjamin keprofesionalan pengelolaan
keolahragaan.
Yang dimaksud dengan jabatan struktural dalam ketentuan ini
adalah suatu jabatan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab,
wewenang, dan hak seorang pegawai negeri sipil dan militer dalam
rangka memimpin satuan organisasi negara atau pemerintahan,
antara lain, jabatan eselon di departemen atau lembaga
pemerintahan nondepartemen.
Yang dimaksud dengan jabatan publik dalam ketentuan ini adalah
suatu jabatan yang diperoleh melalui suatu proses pemilihan
langsung oleh rakyat atau melalui pemilihan di Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia, antara lain Presiden/Wakil Presiden
dan para anggota kabinet, gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil
bupati, walikota/wakil walikota, anggota DPR-RI, anggota DPD-RI,
anggota DPRD, hakim agung, anggota komisi yudisial, Kapolri, dan
Panglima TNI.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Yang dimaksud dengan kejuaraan olahraga dalam ketentuan ini
adalah pertandingan/perlombaan untuk satu jenis cabang olahraga
(single event).
Yang dimaksud dengan pekan olahraga dalam ketentuan ini
adalah pertandingan/perlombaan untuk beberapa jenis cabang
olahraga (multi events).
Yang dimaksud dengan penyelenggaraan kejuaraan olahraga
tingkat wilayah dalam ketentuan ini adalah kejuaraan dalam bentuk
pertandingan atau perlombaan yang diikuti oleh provinsi-provinsi
yang tergabung dalam satu wilayah tertentu.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Penyelenggara kejuaraan olahraga dari luar negeri
diharuskan melakukan alih ilmu pengetahuan dan teknologi
serta menyerap sumber daya manusia Indonesia.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan olahraga khusus dalam ketentuan ini
adalah olahraga yang dilakukan oleh penyandang cacat
sesuai dengan jenis kecacatan, yaitu tunarungu wicara,
tunagrahita, tunanetra, tunadaksa, paraplegia, dan polio.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Ayat (1)
Olahragawan profesional yang dimaksud dalam ketentuan ini
termasuk olahragawan asing.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan organisasi olahraga fungsional dalam
ketentuan ini adalah organisasi olahraga atau lembaga
berbadan hukum yang mengoordinasikan kegiatan cabang
olahraga profesional tertentu.
Yang dimaksud dengan pendapatan yang layak dalam
ketentuan ini adalah pendapatan atau penghasilan yang
mencukupi untuk kesejahteraan yang memadai (di atas
kebutuhan hidup minimum).
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan lembaga mandiri dalam ketentuan ini
adalah lembaga yang dalam pelaksanaan tugas, fungsi, dan
kewenangannya bebas dari pengaruh dan intervensi
Pemerintah, pemerintah daerah, atau pihak mana pun.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan lembaga olahraga dalam ketentuan
ini adalah badan/lembaga atau organisasi yang melakukan
satu atau berbagai kegiatan olahraga dalam rangka
pembinaan dan pengembangan olahraga.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kualifikasi dalam ketentuan ini adalah
persyaratan yang harus dipenuhi untuk melakukan pekerjaan
atau tugas tertentu di bidang keolahragaan.
Yang dimaksud dengan kompetensi dalam ketentuan ini
adalah standar kemampuan minimal yang dipersyaratkan
bagi seseorang untuk dapat melakukan pekerjaan atau tugas
tertentu di bidang keolahragaan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 64
Butir a
Cukup jelas.
Butir b
Jaminan keselamatan dalam ketentuan ini merujuk pada
peraturan penyelenggaraan kejuaraan olahraga setiap induk
organisasi cabang olahraga sesuai dengan ketentuan
federasi cabang olahraga internasional yang bersangkutan.
Butir c
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan meniadakan prasarana olahraga
dalam ketentuan ini adalah tindakan/perbuatan
menghilangkan prasarana olahraga, misalnya, melalui
penjualan kepemilikan, penggusuran, dan/atau perbuatan lain
yang menyebabkan hilangnya prasarana olahraga.
Yang dimaksud dengan mengalihfungsikan prasarana
olahraga dalam ketentuan ini adalah beralihnya fungsi
prasarana olahraga menjadi fungsi kegiatan lain di luar
olahraga.
Pasal 68
Ayat (1)
Cukup jelas .
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan standar teknis sarana olahraga
dalam ketentuan ini adalah persyaratan khusus yang
ditetapkan oleh induk organisasi cabang olahraga dan/atau
federasi internasional cabang olahraga bersangkutan, antara
lain, tentang ukuran, jenis, dan bentuk peralatan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan standar kesehatan dalam ketentuan
ini adalah standar minimal tentang kesehatan yang
dipersyaratkan untuk sarana olahraga.
Yang dimaksud dengan standar keselamatan dalam
ketentuan ini adalah standar minimal tentang keselamatan
yang dipersyaratkan untuk sarana olahraga.
Ayat (4)
Pencantuman informasi tertulis dimaksudkan agar setiap
pengguna sarana olahraga dapat mengerti, memahami, dan
mengetahui cara penggunaan dan manfaatnya sehingga
dapat didayagunakan secara optimal serta menghindari
terjadinya kecelakaan/cidera olahraga.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Kerja sama yang dimaksud antara lain:
(a) pertukaran pelaku olahraga;
(b) pertukaran informasi ilmu pengetahuan dan teknologi;
(c) kerja sama dalam penyelenggaraan kejuaraan atau
kegiatan olahraga lainnya; dan
(d) kerja sama di bidang pendidikan, pelatihan, penelitian,
dan bantuan teknis.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan eksibisi dalam ketentuan ini adalah
bentuk kegiatan olahraga yang bersifat tontonan, pameran,
dan peragaan.
Yang dimaksud dengan festival dalam ketentuan ini adalah
bentuk kegiatan olahraga yang bersifat perlombaan dan
hiburan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan memperhatikan kesejahteraan
pelaku olahraga dalam ketentuan ini antara lain
memperhatikan kewajaran pembiayaan dan perlengkapan
yang diperlukan bagi pelaku olahraga sesuai dengan
kategorinya.
Pasal 80
Cukup jelas
Pasal 81
Ayat (1)
Standar kompetensi tenaga keolahragaan mencakup
persyaratan, antara lain, pendidikan dan kelayakan, baik fisik
maupun mental serta penataran/pelatihan yang telah diikuti.
Standar isi program penataran/pelatihan mencakup
persyaratan, antara lain, ruang lingkup materi, bahan, dan
silabus penataran/pelatihan yang harus dikuasai oleh
peserta, dan tingkat kompetensi yang dicapai oleh peserta
setelah menyelesaikan penataran/pelatihan.
Standar prasarana dan sarana olahraga mencakup, antara
lain, ruang dan tempat berolahraga serta perlengkapan dan
peralatan yang diperlukan untuk mendukung kegiatan
olahraga.
Standar pengelolaan organisasi keolahragaan mencakup
persyaratan, antara lain, tentang struktur dan personalia,
rencana dan program kerja, jadwal pelatihan dan kompetisi
kejuaraan yang diselenggarakan/diikuti, serta administrasi
dan manajemen organisasi keolahragaan.
Standar penyelenggaraan keolahragaan mencakup, antara
lain, struktur organisasi penyelenggaraan, rencana dan
program kerja, satuan pembiayaan, jadwal kejuaraan,
administrasi dan manajemen penyelenggaraan, serta
keamanan dan perlindungan keselamatan dalam
penyelenggaraan keolahragaan.
Standar pelayanan minimal keolahragaan mencakup
persyaratan antara lain ruang berolahraga, tempat dan
fasilitas olahraga, tenaga keolahragaan yang mendukung
kegiatan olahraga, dan tingkat kebugaran jasmani
masyarakat.
Ayat (2)
Peningkatan secara berencana dan berkala dimaksudkan
untuk meningkatkan keunggulan lokal dan kepentingan
nasional dalam kompetisi antarbangsa pada tingkat global.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Ayat (1)
Doping dilarang digunakan dengan maksud untuk menjaga
kesehatan dan keselamatan atlet, menjamin sportivitas, dan
menjaga keluhuran nilai-nilai olahraga.
Ayat (2)
Sanksi merujuk pada The Code dari World Anti Doping
Agency (WADA) dan ketentuan yang berlaku dalam
organisasi olahraga internasional serta induk organisasi
cabang olahraga.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Alternatif penyelesaian sengketa dilaksanakan dengan cara
negosiasi, mediasi, konsiliasi, pendapat ahli, dan cara-cara
lain yang diperlukan para pihak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR
4535

Rabu, 24 Maret 2010

Pembagian Kelompok Senam Ritmik

Kelas 8A :
I.1.alfia, 2.Dayat, 3.Firas, 4.Rieka, 5.Inka, 6.Mirza
II. 1.Lina, 2.Linda, 3.Yati, 4.Faradilla Nurul, 5.Nia, 6.Kiki
III. 1.Mamang, 2.Verdy,3.Lana, 4.Odiet, 5.Zizi, 6.Rajiv
IV. 1.Faradilla Isnaini, 2.Didin, 3.Riza, 4.Reiga, 5.Yubi, 6.Yono
V. 1.Mielda, 2.Mahda, 3.Dwi Fara, 4.Aan, 5.Putri, 6.Erin

Kelas 8F :
I. 1.Fauzi, 2.Ruli, 3.Renal, 4.Shofan, 5.Alif
II. 1.Finda, 2.Inuk, 3.Reiza, 4.Ria, 5.Ita, 6.Delta
III. 1.Arief, 2.Dika, 3.Dicky, 4.Dimas, 5.Shofi
IV. 1.Desi, 2.Intan, 3.Eka, 4.Uun, 5.Fitrih
V. 1.Fahmi, 2.Ganif, 3.Jaelani, 4.Wahid, 5.Agam
VI. 1.Haridah, 2.Nanda, 3.Iis, 4.Meita, 5.Milda, 6.Nadiya
VII. 1.Naufal, 2.Rahmad, 3.Riza, 4.Rosi, 5.Sofa
VIII. 1.Sinta, 2.Opiek, 3.Ira, 4.Ika, 5.Ana, 6.Yani


Kelas 8H :

I. 1. Wahyu B, 2.Agung P, 3.Aji, 4.Bagus, 5.Baitur R, 6.Edo F
II. 1. Alfi R, 2. Anny W, 3.Della, 4.Devi, 5.Devita, 6.Eka P
III. 1.Eko R, 2.Faiqur F, 3.Diki, 4.J.J.Rayendra, 5.M.Aan, 6. M.Yogi
IV. 1.Firda A, 2.Fitria N, 3.Govin, 4.Nufus, 5.Izzetur, 6.Maisundari
V. 1.Mohtar, 2.Raka, 3.Robby, 4.Trie Islami, 5.Tri Nanda, 6.Wahyudi, 7.Wildan
VI. 1.Mega, 2.Nur Holifah, 3.Nuriatul, 4.Nurul A, 5.O Sri, 6. Putri
VII. 1. Desta, 2.Shilvi D, 3.Silvia, 4.Kiki, 5.Siti Rahmah, 6.Yuni N.